I.
PENDAHULUAN
Filsafat
pendidikan Islam adalah suatu cara untuk berfikir secara mendalam, mendasar,
logis, dan sistematis serta menyeluruh. Dalam kaitannya dalam dunia pendidikan,
filsafat pendidikan Islam adalah suatu cara untuk melaksanakan pendidikan Islam
dan mencari solusi atas problem dari sistem pendidikan Islam. Filsafat
pendidikan Islam dewasa ini, banyak melihat suatu permasalahan atau problem pendidikan
Islam dengan beberapa sudut pandang dalam Islam. Dalam filsafat pendidikan
Islam beberapa sudut pandang pendidikan Islam dapat di lihat dari pandangan
filsafat pendidikan Islam terhadap manusia, pandangan filsafat pendidikan Islam
terhadap masyarakat dan pandangan
filsafat pendidikan Islam terhadap lingkungan. Dalam makalah ini penulis akan
mengulas atau membahas pendangan Islam terhadap manusia, masyarakat dan
lingkungan yang akan dikembangkan kembali bagaimana cara Islam memandang
manusia, masyarakat dan lingkungan di kehidupan yang Islami.
II. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat pendidikan Islam berarti
bagaimana kita sebagai muslim memandang pendidikan itu dari seluruh aspek
tatanan kependidikan Islam. Secara harfiyah fisafat berarti cinta kepada ilmu.
Filsafat berasal dari kata “philo”=
cinta dan “sophos”= ilmu atau hikmah.
Secara historis, filsafat menjadi induk segala pengetahuan yang berkembang
sejak zaman yunani kuno sampai dengan zaman modern sekarang. Menurut Jhon
memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang
pundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa, maka filsafat dapat
juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.[1]
Menurut Abdur Rahman Nahlawi filsafat pendidikan islam adalah pengaturan
pribadi dan masyarakat sehingga dapat memeluk islam secara logis dan sesuai
secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
Lain halnya Drs. Ahmad. Marimba.
Memandang filsafat pendidikan islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Menurut Mustapa
Al-Ghulaini filsafat pendidikan islam ialah menanamkan akhlak yang mulia
didalam jiwa anak pada masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk
dan nasihat sehinga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam
jiwanya) kemudian buahnya berwujud keutamaan dan cinta bekerja untuk
kemanfaatan alam. [2]
Menurut penulis lebih condong atau sepakat dengan pendapat Drs Ahmad marimba
dikarenakan menurut pendapatnya filsafat pendidikan islam itu adalah bagaimana
islam membimbing manusia untuk mempunyai jasmani dan intelektual yang
berkualitas serta menanamkan aspek-aspek kerohanian yaitu keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT dalam kehidupannya sehari-hari untuk mencapai tujuan
pendidikan islam.
III.
PANDANGAN
FILSAFAT PENDIDIKAN TENTANG MANUSIA
Manusia menurut Islam dilahirkan dengan
potensi dan bakat yang di bawanya sejak lahir secara fitrah. Fitrah yang
berarti manusia membawa sifat dasar kebaikan, keimanan, dan potensi dasar
tauhid yang kemudian menjadi perilakunya di kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu menurut KH. Achmad Shidiq, manusia
sebenarnya terus memerlukan pengayoman spritual, agar tidak tercabut dari watak
keimanannya.[3]
A.
Proses
Penciptaan Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang paling
sempurna, tinggi derajatnya serta mempunyai nafsu dan akal pikiran. Dilihat
dari proses penciptaanya manusia dalam pandangan Al-Qur’an diciptakan dalam dua
tahapan yaitu : pertama, tahapan primordial. Kedua, disebut dengan tahapan
biologi. Manusia pertama, Adam as diciptakan dari At-tiin (tanah), Al-turob
(tanah debu), Min shal (tanah liat), Min hamain masnun (tanah lumpur yang
hitam. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat
dipahami sains-empirik. Didalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari
tanah yang dijadikan air mani (nutfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian nutfah itu dijadikan darah beku (Alaqoh) yang mengantung
dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikannya segumpal danging
(mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang (idzom) lalu kepadanya
ditiupkan ruh. [4]
selaras dengan Al-Qur’an surat Al-Mukminun ayat 12 samapai 14 yaitu
Artinya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (12) kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13)
kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.(14)
B.
Hakikat
Manusia
Didalam Al-quran ada tiga konsep tentang
makna manusia yaitu : Al-basyar, Al-insan, dan Anna. Kata Al-basyar. Al-basyar
juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan
perempuan. Makna etimologis dapat dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki segala sifat kemanuisaan dan keterbatasan, seperti makan. Minum, seks,
keamanan, kebahagian, dan lain sebagainya. Kata Al-insan yang berasal dari kata
al-uns, dinyatakan dalam Al-qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43
surat. Secara etimologi, al-insan dapat
diartikan harmonis,lemah, lembut, tampak atau pelupa. Kata Al-insan digunakan
Al-qur’an untuk menunjukan totalitas sebagai makhluk jasmani dan rohani. Kata
An-nas dinyatakan Allah swt dalam Al-Qur’an untuk menunjukan bahwa sebagian
besar manusia tidak memiliki ketetapan Iman yang kuat. Kadang is beriman dan di
lain waktu manusia itu munafik.[5]
C.
Prinsip-Prinsip
Yang Menjadi Dasar Pandangan Islam Terhadap Manusia
Antara prinsip-prinsip terpenting yang
merupakan keyakinan kita sebagai manusia dalam kontek watak manusia mempunyai
prinsi-prinsip sebagai berikut.
1) Prinsip
Pertama, keyakinan tentang manusia itu makhluk yang termulia dari segenap
makhluk dan wujud lain di alam semesta ini. Allah karuniakan keutamaan yang
membedaknnya dengan makhluk lain. Allah membekali manusia dengan beberapa ciri
tertentu. Dengan karunia itu manusia berhak mendapa penghormatan dari
makhluk-makhluk lain.
2) Prinsip
Kedua, keutamaan lebih di berikan
pada manusia dari makhluk lain. Manusia dilantik menjadi khalifah di muka bumi
ini untuk memakmurkannya. Untuk itu dibebebankan kepada manusia Amanah
Attaklif. Diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara
nilai-nilai keutamaan. Keutamaan yang diberikan bukanlah karena bangsanya,
bukan juga karena warna, kecantikan, perawakan, harta, derajat, jenis profesi
dan kasta sosial atau ekonominya. Allah swt berfirman:
Artinya: Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan. (Q.S Al-Mulk: 15)
3) Prinsip Ketiga,
manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa, boleh menggunakan bahasa
sebagai media berfikir dan hubungan. Insan mampu mencipta istilah dan menamakan
sesuatu untuk dikenal. Ia mampu berpikir wajar. Ia dapat menjadikan alam
sekitarnya sebagai objek renungan, pengamatan dan arena tempat menimbulkan
perubahan yang diingini. Insan bisa mempelajari ilmu pengetahuan, kehadiran dan
kecenderungan baru. Ia bisa beriman dengan ghaib, membedakan antara baik dan
buruk dan menahan nafsu syahwanya yang liar. Ia punya kudrat mencari cara untuk
mencapai cita-cita ini. Ia bisa menebus realitas untuk membwanya mencapai
cita-cita ideal. Ia mampu membina hubungan sosial dengan lain hidup
bermasyarakat, menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang yang berbagai
tingkatnya. Ia berdaya untuk bekerja, memproduksi membina hubungan peradaban
dan menempa kemajuan. Ia bisa menyingkapkan rahasia fenomena alam dan membentuk
fenomena itu sesuai dengan idealismenya. Lebih jauh ia bisa menguasai sumber
kekuasaan alam.
Ciri
pertama, daya untuk bertutur. Daya ini menyatakan kemampuuan insan untuk
berinteraksi dengan simbol, kata-kata atau bahasa yang punya arti. Ia
menunjukan kemapuan manusia untuuk berfikir sendiri secara sadar, kemampuan
mempersoalkan status dan nasib diri sendiri, kemampuan belajar terus menerus.
Ia juga menunjukan ciri-ciri akliah lainya yang merupakan ciri kelainan insan
dari binatang. Bahasa yang menjadi ciri khas manusia adalah anugerah dan ajaran
Allah kepada kita. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa manusia mengambil
dan menciptakan bahasanya dari suara alam tabi’i. Sebenarya Allah yang maha
kuasa mengajar dan mengilhamkan bahasa kepada manusia. Allah memberikannya
kuasa mencipta bahasa.
Ciri kedua, kecenderungan insan
beragama, sebagaimana yang lumrah diketahui bahwa disamping manusia mempunyai
kemampuan bertutur dengan lambang lafal dan berfikir, maka insan juga mempunyai
kecenderungan beragama. Perasaan keagamaan ini adalah naluri yang dibawa
bersama ketika manusia lahir. Dalam waktu yang sama hal ini juga membayangkan
kebutuhan insan yang pokok untuk mencapai ketentraman dan kebahagiaan. Manusia
memerlukan keimanan kepada zat tertinggi yang maha unggul diluar dirinya dan
diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Dari zat yang tertinggal itu ia
menerima hidayat dan tuntunan hidup dan susila. Naluri beragama ini mulai
tumbuh dan berkembang bilamana manusia berhadapan dengan persolanyang mengugah
akal suapaya berfikir.
Ciri ketiga, kecenderungan moral,
kecenderungan ini mempunyai kaitan erat dengan kecenderungan sebelumnya. Ia
malah mungkin sebagai rentetan dari kecenderungan sebelum itu. Pengertian agama
sering mengaitkan antara beragama dan berakhlak mulia. Atau antara hati nuraini
agama dan hati nuraini akhlak. Pada hakikatnya manusia di samping mempunyai
kecenderungan beragama juga mempunyai kecenderungan berakhlak. Ia mampu untuk
membedakan yang baik dan yang buruk. Fikirannya dapat menjangkau cara dan jalan
mencapai tujuan-tujuan tesebut. Ia boleh menguasai dorongan dalam dirinya, baik
dengan meningkatkan karakternya atau mengarahkan dorongan tersebut
kebidang-bidang lain.sebab itu dalam beberapa definisi tentang insan disebutkan
bahwa insan ialah binantang yang kecenderungan berakhlak.
Ciri keempat, kecenderungan
bermasyarakat. Disamping kecederungan-kecederungan terdahulu, insan juga
memiliki kecenderungan bersosial atau bermasyarakat. Inilah agaknya yang
mendorong para ahli sosiologi menyifatkan manusia sebagai makhluk sosial atau
makhluk yang berperadapan. Sebab itu, insan tidak dapat hidup bersendiri.
Berkait dengan kecenderungan ini ialah kecenderungan insan untuk membangun,
membina mengubah situasi yang ada, situasi sosial dan budaya disekitarnya.
Insan gigih berusaha membagun lingkungan. Menerbitkan dari unsur-unsur dan
bahan-bahan mentah yang diperolehna dengan usaha yang terus-menerus menyingkap
rahasia alam dan menguasai sumbr kekayaanya. Dari usaha-usaha tersebut lahirlah
kemajuan peradaban baru yang lebih lengkap seperti yang dapat kita saksikan
sekarang.
4) Prinsip
keempat, kepercayaan bahwa insan mempunyai tiga mrata (dimensi). Persis seperti
“ segi tiga” yang sama panjang sisi-sisinya yaitu : badan, akal dan ruh. Ini
adalah mrata pokok dalam kepribadian insan. Kemajuan, kebahagiaaan dan
kesempurnaan kepribadian insan banyak bergantung kepada keselarasan dan
keharmonisan antara tiga dimensi pokok tersebut. Sebagai agama fitrah, agama
yyang seimbang dan moderat dalam serba-serbi, islam tidaklah hanya mengakui
saja wuujud tga dimensi pokok dalam watak insan. Islam tidak dpat menerima
materealisme yang tersisih dari ruh. Atau sebaliknya spritualismeyang terpisah
dari materi.islam tidak dapat menerimah kekuatan material yang tidak disertai oleh
iman, belas kasihan dan akhlak. Islam tidak dapat membenarkan akal yang
merajalela.
5) Prinsip
kelima, Menyakini bahwa insan denga seluruh perwatakan dan ciri pertumbuhanya
adalah hasil penapaian dua faktor : yaitu faktor waisan dan lingkungan. Dan
faktor ini mempengaruhi insan dan berinteraksi dengannya sejak hari pwertama ia
menjadi embryo hingahla keakhir hayat. Oleh karena bercampur dan kuat aduknya
peranan dan faktor ini maka sukar sekali untuk menunjukan perkembangan tubuh
atau tingkah laku secara pasti kepada salah satu dari dua faktor. Disamping itu
dapat pula kita dapat fenomena akhlak dan sosial dipengaruh olh
kesediaan-kesediaan semula organik seperti kadar hormon yang dipancarkan oleh
kelenjar, keadaan saraf dan pelancaran peredaran darah dan sebgainya.
6) Prinsip
keenam, menginsafi bahwa manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan
kebutuhan permualaan baik yang diwarisi atau yang diperoleh dalam proses
sosialisasi. Yaitu yang diperoleh ketiaka berinteraksi dengan element
lingkungan yang benda, manusia atau kebudayaan. Prinsip ini ada perkaitan erat
dengan prinsip dahulu yang menandaskan soal pengaruh lingkungan dan baka dalam
tingkah laku manusia. Salah satu ciri insan adanya daya kontrol (kendali) yang
menghindari dirinya dari penyelewengan oleh dorongan jiwanya. Daya ini
merupakan alat keselamatan mengelakannya dari kebinasaan. Dalam waktu yang sama
ia mampu mengarahkan energi dan tenaga insan kearah kerja dan bidnag yang lebih
tinggi dan luhurnya dari hanya sekedar menyahut pangilan naluri.ia mengarahkan
insan agar menjalankan fungsi luhrunya sebagai khalifah allah dibumi.
Kedua-duanya dorongan daya kontrol ini beroprasi secara serentak. Wujud insan
menghimpunkan dorongan dan dengan kontrol inilah yang membolehkan wujudnya
tujuan hidup bagi insan. Tujuan yang diinsafi difahami merangkum tiap dorongan
secara tersendiri dan keseluruhan dorongan-dorongan itu.
7) Prinsip
ketujuh, menginsafi bahwa manusia meskipun dalam beberapa ciri dan sifat ada
persamaan lantaran hubungan kemanusiaan yang menghubungkan antara mereka
lantaran persamaan kebudayaan dan peradaban namun terdapat titik-titik
perbedaan dalam banyak sifat.baik sifat yang diwarisi atau yang diperoleh. Ini
adalah karena perbedaan faktor keturunan dan lingkungan yang mempengaruhi
mereka semasa kecil manusia berbeda dalam tenaga, perawakan, kesediaan, sikap,
dorongan, tujuan, dan jalanjalan yang dilaluinya untuk mencapai tujuan.
8) Prinsip
kedelapan, menyakini bahwa watak insan adalah luwes, lentur (flexible). Boleh
dilentur, di ubah dan di bentuk. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan,
mengahayati da dengan adat-adat dan nilai-nilai, tendensi atau aliran baru.[6]
Jadi, menurut
penulis pandangan Islam terhadap manusia bahwa manusia adalah makhluk Allah
yang di ciptakan dari tanah, dan selanjutnya di ciptakan dari air mani yang
kemudian di jadikan makhluk yang beranama manusia. Manusia mempunyai
keistimewaan dan keutamaan dari makhluk lainnya, karena menusia selain dibekali
hawa nafsu manusia juga di bekali akal pikiran. Dengan akal pikiran manusia
mampu memanfaatkan apa yang ada di bumu untuk keperluannya, himgga manusia
mempunya du tugas di muka bumi ini yaitu sebagai hamba Allah sekaligus mejajai khlifah atau
pemimpin di muka bumi.
[1]
Arifin, Filsafat pendidikan islam, (
Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 1
[3]
Abdullah Halim Soebahar, Wawasan Baru
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2002), hlm. 35
[4]
Nizar, dkk, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta : intermasa, 2002), hlm. 15
[5]
Nizar, dkk, Ibid., hal. 2-11
[6]
Omar Mohammad al-taoumy al-syaibani, Filsafat
pendidikan Islam, (jakarta:bulan bintang, 1979), hlm. 101-157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar