A. Unsur Kurikulum Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan Islam pengertian kurikulum pendidikan Islamjika kita kaji dari kamus
bahasa Arab, maka kita akan mendapati satu kata manhaj yang berarti kurikulum,
yang mempunyai makna jalan yang terang, atau jalan yang terangyang dilalui
manusia pada berbagai kehidupan. Dalam bidang pendidikan Islam kurikulum
(manhaj) dimaksudkan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau siswa
umtuk mengembangkan pengetahuan.[1]
Dalam dunia pendidikan Islam kurikulum adalah lingkaran pengajaran dimana guru
dan murid terlibat di dalamnya.[2]
Jadi, menurut penulis bahwa kurikulum pendidikan Islam adalah suatu rancangan
yang dirancang oleh guru, yang melibatkan peserta didik untuk mempersiapkan apa
saja yang akan dilakukan oleh guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar
berlangsung untuk membimbing dan mengembangkan potensi pengetahuan,
keterampilan, tingkah laku, sikap dan mental peserta didik yang selaras dengan
nilai-nilai Islam.
Dalam
pandangan Al-Abrasy, penyusunan kurikulum itu hendaknya berpegang pada beberapa
prinsip yaitu: pertama, pertimbangan
pada adanya pengaruh mata pelajaran itu di dalam pendidikan jiwa serat
kesempurnaan jiwa; kedua, adanya pengaruh
suatu pelajaran dalam menjalani cara hidup yang mulia, sempurna, seperti
pengaruh ilmu akhlak, hadis, fiqh atau lainnya; ketiga, perlunya menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri; keempat, mempelajari ilmu pengetahuan
karena ilmu pengetahuan di anggap yang terlezat bagi manusia; kelima, prinsip kejuruan, teknik, dan
industrialisasi buat mencari penghidupan dan keenam, mempelajari beberapa mata pelajaran adalah alat pembuka
jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kurikulum pendidika Islam
meliputi kepentingan ukhrawi atau spritual pada poin ke satu dan kedua, dan
kepentingan duniawi pada point ke tiga samapai point ke enam.
B.
Unsur
Pendidik
Guru sebagai
pembimbing murid dalam upaya dan rencana penyelesaian masalah atau “problem
solving”. Guru mestilah membantu siswa menentukan persoalan-persoalan yang
berarti, melokasikan sumber data yang relevan, menafsirakan dan mengevaluasi
ketepatan data, dan merumuskan kesimpulan. Oleh karena itu, menjadi pendidik
hendaklah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Zuhud, tidak mengutamakan materi dan
mengajarkanmencari keridhoan Allah swt semata.
2.
Bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan,
bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat ria’ (mencari nama), dengki,
permusuhan, perselisihan, dan lain-lain sifat yang tercela.
3.
Ikhlas dalam pekerjaan.
4.
Suka pemaaf.
5.
Guru merupakan seorang bapak ketika ia menjadi
seorang guru.
6.
Guru harus mengetahui tabiat murid, dan guru
harus menguasai mata pelajaran.[3]
Jadi, menurut penulis pendidik
atau guru adalah pembimbing dan pengarah siswa untuk mengetahui sesuatu
pengetahuan yang baru, dengan sumber pengetahuan yang relevan dan realita.
Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah cerminan
dari muslim yang kaffah.
C.
Unsur
Pesrta Didik
Perlukah kita
mengenal anak didik? Tidak seorangpun yang akan menjawab pertanyaan ini dengan
kata “tidak”, bila mau menjadi pendidik yang baik, lebih-lebih pendidik di
sekolah (guru). Untuk dapat mendidik dengan baik, guru tidak hanya cukup
menguasai materi pelajaran, tetapi guru perlu dan harus mengerti sifat dan
watak anak, keadaan anak, sosial ekonomi oramg tua anak, bakat yang dimiliki
anak, proses belajarnya dan masih banyak legi. Kita sebagai tenaga pendidik
harus mengenal anak didik dari segala seginya agar kita dapat mendidik dengan
tepat dan anak dapat belajar secara wajar dan prodiktif.[4]
Siswa
dipandang sebagai anak yang aktif, bukan pasif yang hanya menanti guru untuk
memenuhi otaknya dengan berbagai informasi. Siswa dalah anak yang dinamis yang
secara alami ingin belajar, dan akan belajar apabila mereka tidak merasa putus
asa dalam pelajarannya yang diterima dari orang yang berwenag atau dewasa
mengarahkan kehendak dan tujuannya kepada peserta didik. Dalam hal ini, Dewey
menyebutkan bahwa anak itu sudah memiliki potensi katif. Membicarakan
pendidikan berarti membicarakan keterkaitannya aktivitasnya, dan pemberian
bimbingan kepadanya. Seimbang dengan kewajiban pendidik untuk menyampaikan
ajaran Islam, peserta didik harus menuntut ilmu, membaca dengan nama Allah.dan Allah
berjanji akan meninggikan derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu.[5]
Allah swt berfirman:
Artinya: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang
beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang
satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia
telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
(Q.S AL-Hujurat: 9).
Ayat
di atas adalah bukti bahwa pesera didik dalm konsep Islam haruslah aktif dan
dinamis dalam berpikir, belajar, merenungkan, meneliti, mencoba, menemukan,
mengamalkan, dan menyebar luaskan aktivitasnya. Jadi, menurut penulis bahwa
peserta didik atau siswa harus aktif dalam belajar dan tidak bersifat monoton
yang mengandalkan ilmu pengetahuan yang di informasikan oleh guru, akan tetapi
peserta didik haruslah aktif mencari sendiri atau bermandiri untuk mencari
sendiri bahan pelajaran yang akan di pelajari yang sesuai dengan silabus atau
judul pembahasan. Dengan adanya kekreatifan siswa dalam mencari sumber
pembelajaran maka sifat mandiri akan timbul pada peserta didik. Dalam mencari
sumber peserta didik bisa mengambil dari buku-buku yang berkaitan dengan suatu
pelajaran, artikel-artikel ataupun internet. Dan sebagai sarana formal yang
selanjutnya adalah komponen sistem pendidikan Islam yang pada hal ini adalah
sekolah atau madrasah.
D.
Unsur
Sekolah
Dalam kehidupan sehari-hari tentu saja kita tahu apa
itu sekolah. Sekolah merupakan sarana dan tempat menuntut ilmu bagi para
peserta didik, juga tempat memperkaya dan memperluas keilmuan peserta didik.[6]
Dalam konsep Islam sekolah itu adalah madrasah, madrasah berasal dari bahasa
Arab yaitu merupakan isim makan dari kata “darrasa” yang berarti tempat belajar
atau tempat menuntut ilmu pengetahuan.[7]
Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran. Sekolah
mempunyai aturan-aturan khusus, tata tertib tertentu yang di buat untuk tujuan
kehidupan, yaitu mengarahkan masyarakat kepada segala sesuatu yang baik.
Sebgagian dari tujuannya adalah merealisasikan nilai-nilai Islami,
prinsip-prinsip umum dan pemikiran mulia, yaitu mendidik tiap anak dengan
pendidikan yang sejati sehingga menjadikan sebagai anggota yang bermanfaat bagi
masyarakat, dengan memberinya petunjuk secara sistematis dan pengajaran yang
kontinyu atau terus menerus.
Peranan sekolah tidak sekedar mengembangkan pengajaran
membaca, menulis, dan berhitung. Tetapi berperan mempersiapkan individu
terhadap sesuatu yang dibutuhkan masyarakat diman is hidup, dan kehidupan
sempurna yang dikerjakan oleh pihak sekolah agar sampai pada tujuan pendidikan
Islam, serta mengarahkan peserta didik pada perbuatan yang baik baginya agar ia
berjalans sampai tujuan dengan sukses. Sekolah atau madrasah umunya di anggap
sebagai mikrokosmos dari masyarakat secara keseluruhan. Di sini siswa dapat
mempelajarai berabagai problematikan dan isu-isu yang di hadapi oleh komunitas
masyarakat secara keseluruhan. Sekolah menjadi laboratorium tempat belajar yang
hidup, sebuah upaya model demokrasi. Sekolah apabila di anggap sebagai miniatur
masyarakat sebagai model demokrasi seperti anggapan Dewey maka hal itu tidak
ada alasan atau dalil Islam yang mengingkarinya, sebab Islam justru mengajarkan
demokrasi, karena eksistensi sekolah adalah bagian dari masyarakat. Maka
sekolah adalah sesuatu lembaga yang tak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Lebih dari itu, Islam tidak menganggap bahwa
sekolah sebagai satu-satunya tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan. Masjid, sebagai
lembaga pendidikan Islam juga merupakan lembaga pendidikan pokok sejak zaman
Nabi Muhammad saw dan zaman Khulafaur-rasyidin. Ketika ilmu-ilmu umum memasuki
masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dimana ilmu-ilmu ukhrawi dan
ilmu-ilmu duniawi sama-sama dipelajari.[8]
Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa sekolah atau adalah sebuah tempat atau
bangunan yang mana tempat tersebut di gunakan sesorang atau sekumpulan orang
untuk suatu tujuan tertentu, yaitu untuk menjalankan proses belajar mengajar
agar dapat mencetak peserta didik yang berkualitas. Yang pada akhirnya out-put
dari sekolah atau madrash tersebut menjadi
pelestari budaya dan agent of change atau pusat perubahan masyarakat
agar menjadi lebih baik.
E. Unsur Melieu Masyarakat
Yang dimaksud dengan lingkungan (melieu) disini adalah
semua faktor yang mempengaruhi potensi dan kecendrungan anak, semisal rumah
(keluarga) di mana anak tersebut tinggal, sekolah tempat ia belajar, lapangan
tempat ia bermain dan masyarakat dimana ia bergaul. Lingkungan dimana manusia
itu hidup akan mengantarkannya kepada melihat sesuatu, atau mendorongnya
memiliki keyakinan tertentu. Dengan sarana lingkungan inilah secara gradual
tumbuh kokoh di dalam jiwanya cara tertentu yang mesti ia jalani ialah berupa
sopan santun, pergaulan, percakapan, perbuatan beserta aturannya, tugasnya dan
lain-lain. Lingkungan akan mengokohkan jiwanya, bagaimana cara bergaul dengan
lainnya, bagaimana berbincang-berbincang dengannya dan bagaimana cara
mempraktikan ilmunya sampai sukses. Berkaitan dengan lingkungan (masyarakat)
ini, al-abrasy menyebutkan bahkan lingkungan sosial (masyarakat) itu memiliki
pengaruh besar bagi perkembangan pendidikan.
Interaksi sosial terbentuk dari sekelompok individu.
Karena ketergantungan lingkungan terhadap individu, masa eksistensi dan potensi
dinamikanya dipengaruhi oleh individu pula. Sehubungan dengan ini Mahmud Ahmad
al-Sayyid menyatakan bahwa individu adalah bagian dari masyarakat, tidak exist
dengan sendirinya. Individu hidup dalam masyarakat, untuk masyarakat, dan
dengan masyarakat, sebagaiman halnya masyarakat tidak eksis kecuali dengan
adanya komponen individu. Berarti, antara individu dengan masyarakat memiliki
keterkaitan satu sama lain. Apabila individu (terdiri pendidik dan anak didik
atau lainnya) dengan masyarakat (terdiri dari sekolah sebagai miniatur dan
masyarakat sekitar) saling bekerja sama (kooperatif), menjalankan hak dan
kewajiban serta bersikap demokratis, maka masyarakat itu menjadi bagian dari
sistem pendidikan yang baik dalam membentuk kepribadian individu yang baik.[9]
Dari uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa lingkungan masyarakat
adalah sekumpulan individu yang hidup di suatu tempat secara bersama-sama.
Kumpulan masyarakat dari yang terkecil adalah rumah (keluarga) di mana anak
tersebut tinggal, sekolah tempat ia belajar, lapangan tempat ia bermain dan
masyarakat dimana ia bergaul. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan bahwa
masyarakat adalah tempat atau wadah out-put pendidikan untuk berperan atau
mengamalkan ilmu pengetahuan yang ia dapat.
F.
Metode
Pendidikan Islam
Metode adalah
salah satu komponen kependidikan Islam. Secara literlik, kata metode berasaa
dari bahasa Greek yang terdiri dari kata “meta” yang berarti melalui dan
“hodos” yang berarti jalan, jadi arti metode adalah jalan yang dilalui. Runnes
sebagaiman yang dikutip oleh Muhammad Noor Syam, mengemukakan arti metode
yaitu:
1.
Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai
tujuan pendidikan.
2.
Suatu teknik yang mengetahui yang dipakai dalam
proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3.
Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari
suatu prosedur
Menrurut
pandangan islam, As-syaibany menjelaskan bahwa metode pendidikan islam adalah
segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam langkah
kemestian-kemestian mata pelajaran yang di ajarkan ciri perkembangan peserta
didiknya.[10]
Pendidikan islam berdasarkan filsafat persyaratan suatu metode ilmu
pengetahauan dapat diterapkan dalam proses kependidikan islam persyaratan suatu
metode dalam proses kependidikan islam berbekal pada indentitas Qurany yaitu
sikap lemah lembut, kasih sayang, bijaksana (hikmah) dan contoh tauladan yang
baik (mauzoh hasanah).[11]
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa metode pendidikan islam adalah
suatu cara atau jalan bagi guru untuk menannamkan suatu ilmu perngetahuan
kepada anak didik, melalui kegiatan-kegiatan yang terarah yang utuhnya semua
usaha guru itu harus selaras dengan nilai-nilai islam, seperti mendidik siswa
dengan penuh rasa kasih sayang serta bijaksana.
[1]
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falasafah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) , hal. 478
[2]
Nizar, dkk, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarata:
Intermasa, 2002), hal. 56
[3]
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta:Grafindo Persada, 2011), hal. 109-111
[4]
Madya Eksusilo, dkk, Dasar-DasarPendidikan,
(Semarang: Effhar Publishing, 1993), hal. 56
[5]
Abd. Rachman Assegaf, Op. Cit., hal.
113
[7]
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan
Islam, (Malang: Glora Aksara Pratama, 2007), hal. 79-80
[8]
Abd. Rachman Assegaf, Op. Cit., hal.
114-115
[9]
Abd. Rachman Assegaf, Ibid., hal.
114-115
[10]
Nizar, dkk, Op. Cit., hal. 65-67
[11]
Arifin, Op.Cit., hal. 180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar